Bagian 1
Dua puluh empat malam yang keempat
Suaramu masih menggema di telinga
Tunggu..., katamu
Tapi kemudian aku lupa;
Kau yang membekukan waktu
atau sebaliknya, waktu melewatkan engkau
Bagian 2
Dua puluh empat malam yang kelima
Aku dihujat rindu
kemudian ditertawakan sepi;
memilih pergi dan tak bisa kembali?
– tapi di sini, waktu memilih membeku
Bagian 3
Dua puluh empat malam yang keenam
Kau tetap kau dalam ingatan
Cahaya redup, gugup, gamang, seperti lampu taman
Aku pun masih tetap aku
penikmat gelap dan dingin malam di sekitarmu
Tapi bukankah setiap malam punya akhir
lalu lampu - lampu taman dipadamkan
Dan mungkin, pagi ini aku harus pulang
Bagian4
Dua puluh lima fajar yang pertama
Kau tidak membekukan waktu
Pun waktu tidak melewatkan engkau;
waktu membekukan aku
September - November 2014
Selasa, 25 November 2014
Minggu, 23 November 2014
Rindu Datang, Malam Ini
Di kamar ini
Dua cangkir teh panas, kenanganmu, lalu aku
berdekapan di sudut ruangan
Di pintu masuk Rindu berdiri gamang
Kuyup oleh hujan yang kacau
Gigil oleh sepi yang dingin
"Boleh aku masuk?" pintanya
sebelum ku banting pintu tepat di depan wajahnya
Malam ini aku tak ingin Rindu,
Aku ingin kamu.
Dua cangkir teh panas, kenanganmu, lalu aku
berdekapan di sudut ruangan
Di pintu masuk Rindu berdiri gamang
Kuyup oleh hujan yang kacau
Gigil oleh sepi yang dingin
"Boleh aku masuk?" pintanya
sebelum ku banting pintu tepat di depan wajahnya
Malam ini aku tak ingin Rindu,
Aku ingin kamu.
Kamis, 01 Mei 2014
Masihkah Begitu?
Percakapan - percakapan panjang kita dulu;
kamu masih ingat?
Katamu pesan singkat-ku adalah penawar lelahmu.
Masihkah begitu?
kamu masih ingat?
Katamu pesan singkat-ku adalah penawar lelahmu.
Masihkah begitu?
Langganan:
Postingan (Atom)